Ahok Ditelpon Jadi Objek Berita, Why ?

Ahok Ditelpon Jadi Objek Berita, Why?



              Twitter  @eckberfanindi

SHARE:

Ahok Ditelpon Jadi Objek Berita, Why?
Memang tak bisa kita pungkiri bahwa apapun yang berhubungan dengan Ahok, pasti jadi pemberitaan. Apapun yang terkait Ahok seolah-olah layak diberitakan.

Kenapa? Ada banyak sebab. Ahok memang berprestasi karena sudah melakukan banyak hal, mulai dari Ketika menjabat sebagai Wagub DKI, sebagai Gubenur DKI Jakarta, sebagai orang yang dipenjarakan, juga sekarang sebagai Komisaris Utama Pertamina.

Di sisi lain, banyak yang membenci Ahok justru karena ketegasan dan kejujuran dia dalam berkata dan bertindak. Pantang baginya berkompromi dengan kejahatan. Ini kenyataan! Maka tak heran ia jadi pusat pemberitaan, menjadi “buah bibir” baik yang suka maupun yang tidak.

Lihat saja, baru-baru ini Ahok Kembali jadi pusat pemberitaan padahal “hanya” soal Gubernur Sumut yang menelepon Ahok. Apa istimewanya? Mungkin sudah banyak pejabat setingkat menteri bahkan yang pernah ditelepon Gubernur Sumut itu, kok nggak ada yang heboh-heboh amat. Ini karena Ahok, makanya media tertarik. Media tau dia punya “nilai jual” pemberitaan. Soal sepele Gubernur Sumut yang menelepon Ahok pun viral.

Kita bandingan dengan Gubernur DKI saat ini, kok kayaknya sepi pemberitaan ya? Apakah karena memang tidak “layak” diberitakan, atau memang media nggak tau mau beritakan apa karena mungkin sama sekali tidak melihat ada sesuatu yang sudah atau sedang dikerjakan sang gubernur? Apa sih yang dia kerjakan saban hari? Entalah.

Di jaman Ahok, transparansi sangat kuat. Keterbukaan sangat jelas. Rapat-rapat dibuka biar publik tau semuanya. Alokasi anggaran terbuka. Apapun terbuka demi pertanggungjawaban kepada publik. Untuk melaporkan banyak hal Ahok menyediakan aplikasi clue. Jadi media juga gampang memberitakan dan tentu saja mereka sangat antusias karena sangat jelas apa yang dikerjakan dan akan dikerjakan. Sekarang? You know lah!

Balik ke soal Ahok dan pemberitaan media. Saya ingin sekilas mengajak kita ikuti apa sebenarnya yang terjadi soal telepon itu. Pokok persoalan dapat Anda jumpai lewat media mainstream, sudah bejibun beritanya di sana.

Intinya begini, tarif PBBKB bahan bakar non subsidi ditetapkan naik 2,5 persen dari 5 persen menjadi 7,5 persen untuk wilayah Sumut. Siapa yang menetapkan kenaikan itu? Nggak usah tanya pasti gubernurnya dong atau atas sepengetahuan gubernurnya. Bagaimana bisa? Ya tentu bisa karena itu adalah hak Pemprov, maka untuk itu pulalah kenaikan tarif PBBKB telah tertuang dalam Peraturan Gubernur (Pergub) Sumatera Utara Nomor 1 Tahun 2021 tentang Petunjuk Pelaksanaan PBBKB.

Setelah dapat protes dari warga Sumut, eh kok Ahok malah yang ditelepon? Ini sebetulnya agak aneh bin ajaib sih. Tapi ya sudah, kita terima saja.

Akhirnya Ahok menjelaskan, dan penjelasan Ahok sangatlah masuk akal dengan mengatakan bahwa penyebab kenaikan tarif BBM (Bahan Bakar Minyak) nonsubsidi di Sumatera Utara adalah oleh karena adanya kenaikan Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor (PBBKB) yaitu dari 5 persen menjadi 7.5 persen.

PBBKB seperti kita sudah saya tulis di atas adalah merupakan salah satu jenis pajak yang menjadi kewenangan pemerintah provinsi. Bisa dilihat pada UU 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD).

Pasal 19 UU PDRD menyatakan bahwa tarif PBBKB ditetapkan paling tinggi sebesar 10 persen. Sementara itu, dasar pengenaan PBBKB adalah nilai jual bahan bakar kendaraan bermotor sebelum dikenakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN).

Oleh sebab itu pula maka dengan tegas Ahok mengatakan bahwa selisih kenaikan tarif BBM tersebut tidak masuk ke kantong perusahaan (Pertamina) melainkan masuk ke kas pemerintah daerah.

Pertamina menaikkan harga BBM nonsubsidi Rp200 per liter di Sumut mulai, dan angka ini berasal dari rata-rata kenaikan PBBKB 2,5 persen. Harga Pertalite dari Rp7.650 menjadi Rp7.850 per liter. Pertamax naik dari Rp 9.000 menjadi Rp 9.200, dan Pertamax Turbo dari Rp 9.850 menjadi Rp 10.050. Pertamina Dex naik dari Rp 10.200 menjadi Rp 10.450, Dexlite Rp 9.500 menjadi Rp9.700, serta Solar Non PSO dari Rp 9.400 menjadi Rp 9.600.

Kembali ke soal Ahok yang selalu menjadi pusat perhatian dan pusat pemberitaan. Apa ada yang salah dengan hal itu? Tentu saja tidak, wong dia dan kinerjanya memang layak diberitakan kok.

Namun begitu, untuk viralnya hal ‘sepele’ Ahok di telepon Gubernur Sumut soal kenaikan harga BBM itu agak membingungkan, tetapi saya tentu sadar, media dan banyak orang pastinya sangat pengen tau apa jawaban Ahok. Dan semua sudah jelas di atas bahwa kenaikan itu justru adalah karena adanya kenaikan PBBKB. Crystal Clear. (*)-/e-r.

Begitulah kura kura...  😉


Credit Photo: MedanBisnisDaily.com

SHARE:

Written By: Michael Sendow 
Halaman: Bicaramampap 
Blog: pacefanindi.blogspot.com

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Catharina