DEMI GIBRAN, KENAPA HARUS KONSTITUSI YANG JADI KORBAN ?..


𝐃𝐞𝐦𝐢 𝐆𝐢𝐛𝐫𝐚𝐧, 𝐊𝐞𝐧𝐚𝐩𝐚 𝐇𝐚𝐫𝐮𝐬 𝐊𝐨𝐧𝐬𝐭𝐢𝐭𝐮𝐬𝐢 𝐘𝐚𝐧𝐠 𝐉𝐚𝐝𝐢 𝐊𝐨𝐫𝐛𝐚𝐧? 

Memang benar kata AHY dulu, ketika masih mesra bersama Koalisi Perubahannya. Kala itu si anak Pepo masih gemar menyebut jika “Indonesia sedang tidak baik-baik saja.” Itu dulu lho ya. Kalo sekarang, AHY udah nemplok sama koalisi barunya yang berada dibarisan “melanjutkan kinerja Jokowi.”

Menjelang Pemilu di selenggarakan, justru negeri ini tengah dirundung duka yang begitu membuat lara. Separuh kekuatan bangsa Indonesia seketika remuk dan menimbulkan sakit yang tiada pernah terkira.

Mungkin publik juga sudah mengetahui sebab musababnya, kenapa akhir-akhir ini suhu pemerintahan di Indonesia meninggi. Bagaikan thermometer yang tercelup air mendidih. Ya, seperti itulah situasi serta kondisi bangsa ini. 

Setiap kali akan mengulik babagan ini, pasti akan mengundang sentiment publik yang merasa tak terima jika jagoan atau idolanya tersentil. Namun mau bagaimana lagi, karena itulah faktanya, itulah kebenaran yang tersaji di hadapan. 

Boleh-boleh saja menyangkal, asal jangan munafik hingga menutup mata dan telinga rapat-rapat, jika orang yang di idolakan itu sejatinya telah mengangkangi konstitusi yang sudah berjalan di negeri ini. 

Banyak argument yang menyebut jika barisan capres lain, baik itu Ganjar maupun Anies takut bahkan khawatir dengan kehadiran Gibran sebagai pasangan Prabowo, yang nantinya akan berlaga di Pilpres 2024. 

Ingat, ini bukan soal Gibran yang hendak berdendang di gelanggang pencapresan. Tapi ini mengenai ditendangnya konstitusi dengan sengaja dan secara terang-terangan tengah membukakan jalan bagi Gibran. 

Sebab pasca putusan MK terlayang, satu-satunya orang yang mencalonkan diri untuk maju Pilpres 2024 hanya Gibran, tak ada yang lain. Padahal kita tahu jika pejabat muda di Indonesia yang lebih pintar dan lebih banyak wawasan selain Gibran itu banyak. 

Pelan tapi pasti, Gibran mulai bermain licik. Layaknya anak kancil yang mengendap-endap untuk mencuri timun. 

Ketika ditanyai wartawan soal dirinya yang sudah mengurus SKCK, ia selalu berkelit dengan dalih “Cek en neng Polda.” Tentu statement Gibran tersebut bagaikan hembusan angin segar, yang mampu meninabobokan masyarakat supaya hatinya tak tercekat. 

Namun siapa sangka, jika dibalik lagak santai Gibran itu rupanya ia telah menyelesaikan syarat administrasi guna mendaftrakan cawapres melalui Mabes Polri. 

Ya, Gibran memang tidak berbohong mengenai dimana dirinya membuat SKCK, tapi rakyat lah yang terlalu naif dan polos karena sudah mempercayai perkataannya. 

Dan bisa kita saksikan, kini Gibran sudah berdiri bersama Prabowo, rival ayahnya dulu. Ungkapan Gibran yang tak tertarik untuk terjun ke politik hanyalah “semelekete” dan akan menjadi angin lalu semata.   

Biarkan saja Gibran yang di paksa mekar sebelum waktunya itu merasa bangga dan puas ketika menikmati gelar barunya. Efek dari memanfaatkan kekuatan orang dalam yang rela menubruk konstitusi. 

Tapi yang harus kita lakukan saat ini, bagaimana cara kita mengembalikan marwah konstitusi yang sudah diperkosa. Bagaimana cara kita mengobati dan membalut luka yang dialami Garuda Indonesia kita, ketika insan di negaranya sendiri secara sengaja telah menusuknya.

Mungkin dengan turun gelanggangnya belasan Guru Besar serta Pengajar Hukum Tata Negara, yang saat ini sedang berjuang untuk membebat goresan lara burung Garuda kita dan mencari keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia, seperti sila ke 5 Pancasila, mampu membuahkan hasil yang di inginkan.  

Karena sebelumnya sudah banyak masyarakat yang terjun ke jalan dan menyuarakan aspirasi serta kekecewaannya pada putusan MK, yang terkesan bersikap tak fair dan lebih mengutamakan conflict interest, lantaran adanya hubungan kekeluargaan dengan pihak terkait. Namun sial, upaya mereka yang berteriak mencari keadilan tak di dengar oleh para pemangku jabatan. 

Dan kini kehadiran belasan Guru Besar yang berpartisipasi demi menegakkan kembali konstitusi yang telah bengkok, akibat ulah warga negaranya sendiri,semakin di gencarkan. 

Belasan Guru Besar yang tergabung dalam Constitutional and Administrative Law Society (CALS) bersama-sama melayangkan gugatan pada Ketua Mahkamah Konstitusi, Anwar Usman yang di duga melanggar kode etik. 

Mereka yang saat ini turut andil dalam upaya menegakkan keadilan dan mengembalikan keharuman konstitusi Indonesia, menganggap jika langkah Anwar Usman yang memutuskan Perkara Nomor 90/PUU-XXI/2023 di sebabkan adanya relasi kekeluargaan. Karena seperti yang kita tahu jika Anwar Usman adalah ipar Jokowi, sekaligus paman bagi Gibran. 

Di tambah lagi saat mengetahui jika gugatan yang dikabulkan MK datangnya dari fans berat Gibran. Tentu hal tersebut bukan menjadi suatu pertimbangan yang berbobot untuk MK mengabulkannya. 

Para Guru Besar dan Pengajar Hukum Tata Negara ini juga mendorong supaya pendalaman dugaan conflict of interest tersebut di gali terus. Jika ada pelanggaran berat dan terbukti adanya kepentingan pribadi, salah satunya meloloskan Gibran maju Pilpres, maka harus ada sanksi berat berupa di pecatnya Anwar Usman secara tidak hormat. 

Sebab itulah konsekuensi yang musti diterima, ketika berani mengkorupsi demokrasi. Meskipun sesungguhnya sanksi tersebut tak sepadan dengan koyaknya aturan yang dirinya lakukan. 

Tak hanya Guru Besar saja yang menggaungkan suara demi menuntut keadilan. Suara menggelegar untuk MK juga turut di lantangkan oleh pengamat militer Connie Rahakundini Bakrie. Wanita full power ini sebelumnya menjadi orang yang berani membeberkan mafia alutsista yang mengganggu sistem pertahanan Tanah Air. 

Dan sekarang ia juga mengambil bagian sebagai rakyat untuk mengkritisi kejadian luar biasa yang menimpa Indonesia. Connie bersuara keras dengan menyinggung independensi hakim konstitusi. 

MK yang seharusnya netral dan menjadi wasit dalam sebuah pertandingan, malah memainkan aturan hukum demi membantu kemenangan salah satu pihak saja.

Lantas, dimana letak independensi MK yang sebenarnya? Dimana Anwar Usman yang katanya akan teguh pada konstitusi dan UUD 1945, seperti yang di ucapnya dulu? 

Sangat miris, dan benar-benar bikin meringis. Kredibilitas MK di tangan Anwar Usman tergilas oleh relasi kekeluargaannya, dan membuat keharuman MK berubah menjadi busuk. 

Seandainya waktu bisa ku putar kembali, aku hanya ingin Gibran lahir 5 tahun lebih cepat agar keinginannya beserta keluarga untuk menjagokannya nyapres atau nyawapres terlaksana. Tanpa harus membuat cacat konstitusi negara. 

Salam Demokrasi Sehat ❤️ 


Sumber : https://seword.com/p/4Z5Cu3R7Un
Forwarded : https://pacefanindi.blogspot.com
___________
Riski Ariani 

https://www.eckber.websites.co.in

Komentar

Postingan populer dari blog ini

HAJAT BESAR JOKOWI MENANGKAN PRABOWO-GIBRAN DENGAN GUNAKAN ALAT NEGARA.

Cara Terbaik Mengingatkan Jokowi adalah Menolak Prabowo

Panya Kuasa Hukum Bisa Di Atur